Rabu, 29 Oktober 2014

VARIASI GENETIK KENTANG HITAM (Solenostemon rotundifolius) MUTAN TAHAN KEKERINGAN DAN GARAM HASIL RADIASI SINAR ϒ DENGAN MENGGUNAKAN MARKA ISSR DAN RAPD



LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)
SEMESTER VII TAHUN AKADEMIK 2013 / 2014


VARIASI GENETIK KENTANG HITAM (Solenostemon rotundifolius) MUTAN TAHAN KEKERINGAN DAN GARAM HASIL RADIASI SINAR ϒ DENGAN MENGGUNAKAN MARKA ISSR DAN RAPD
 



BIDANG BOTANI, PUSLIT BIOLOGI-LIPI, CIBINONG SCIENCE CENTRE, JL. RAYA JAKARTA-BOGOR KM 46, CIBINONG
 
Dosen Pembimbing Fakultas:
Dwi Suheriyanto, S.Si., M.P

Dosen Pembimbing Lapangan :
Dr. Yuyu Suryasari Poerba


Disusun oleh :
Asifatul Qubais (10620061)



JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang  
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang besar. Kekayaan sumber daya alam ini harus dimanfaatkan dan diberdayakan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk adalah kebutuhan pangan. Umbi-umbian merupakan salah satu sumber pangan alternatif yang perlu dikembangkan untuk mengatasi persoalan ini. Salah satu umbi-umbian yang bermanfaat namun belum terkenal di masyarakat Indonesia adalah kentang hitam (Plectranthus rotundifolius).
Umbi kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) merupakan makanan yang kaya akan karbohidrat khususnya pati sehingga berpotensi untuk dijadikan sumber pangan alternatif (Subhan, 1988). Selain mengandung karbohidrat, kentang hitam juga memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Nugraheni (2010) dalam disertasinya menunjukkan bahwa kentang hitam yang disebut juga kentang kleci dan selama ini merupakan umbi minor mempunyai kemampuan sebagai antioksidan secara in vitro kimiawi maupun di tingkat seluler serta memiliki kemampuan sebagai antiproliferasi pada sel kanker payudara. Namun, kentang hitam kurang terkenal dan pembudidayaan di masyarakat saat ini semakin langka. Biasanya hanya bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional tertentu.
Kentang hitam merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dengan stek dan sulit ditemukan meliar di daerah aslinya. Keseluruhan tanaman kentang dapat dikatakan merupakan hasil kloning dari satu tanaman kentang. Oleh karena itu, keragaman genetik kentang diperkirakan rendah sehingga perlu dilakukan peningkatan variasi genetik (Subhan, 1998). Salah satu metode pendekatan biologi molekuler yang sering dilakukan untuk meningkatkan variasi genetik adalah dengan induksi mutasi radiasi sinar gamma (Co60). Induksi radiasi sinar gama, dapat menyebabkan mutasi gen sehingga bisa meningkatkan keragaman genetik kentang. Keragaman genetik yang luas diperlukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas unggul baru dengan sifat-sifat yang diinginkan (Soedjono, 2003).  Tanaman kentang hitam yang diharapkan adalah memiliki beberapa sifat unggul yaitu ukuran umbi yang besar, bobot umbi yang berat, tahan serangan nematoda, tahan kekeringan dan tahan salin (garam).
Analisa variasi genetik merupakan kegiatan yang penting dalam pemuliaan tanaman. Melalui analisa variasi genetik, dapat diketahui keragaman genetik pada suatu populasi. Menurut Romeida (2012) informasi variasi genetik dapat meningkatkan efisiensi pada tahap awal seleksi dan dapat memperpendek waktu yang diperlukan untuk program pemuliaan tanaman.
Proses analisa variasi genetik, memerlukan marka atau penanda molekuler. Pemilihan marka molekuler yang digunakan haruslah tepat karena akan berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan. ISSR (Inter Simple Sequence Repeat) dan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan contoh penanda molekuler yang sering digunakan. Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang yang memiliki tingkat akurasi cukup tinggi (Zietkiewicz et al. 1994). Sedangkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) memiliki panjang primer 10 bp, yang dapat menempel secara acak pada situs target homolognya dalam genom (Jones et al; 1997). Kedua jenis marka tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, serta perbedaan daerah amplifikasi sehingga penggunaan kedua jenis marka dalam analisa variasi genetik kentang ini akan menghasilkan data yang lebih akurat.

1.2  Tujuan
            Tujuan dari penelitian PKL (Praktik Kerja Lapangan) ini adalah untuk mempelajari teknik biologi molekuler dan analisa variasi genetik mutan kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) dengan marka ISSR dan RAPD.

1.3 Manfaat
            Kegiatan PKL (Praktik Kerja Lapangan) dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa, universitas, lembaga tempat PKL, serta masyarakat luas, antara lain:
1.      Dapat mengembangkan wawasan dan keterampilan mahasiswa tentang pengembangan keilmuan dan penelitian, serta melatih untuk menangani dan memecahkan berbagai masalah keilmuan dalam dunia kerja secara professional dan bertanggung jawab.
2.      Dapat meningkatkan kerjasama antara Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang khususnya Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia khususnya Pusat Penelitian Biologi.
3.      Lembaga tempat PKL dalam hal ini adalah Puslit Biologi LIPI dapat memperoleh bantuan tenaga dan pemikiran yang dapat digunakan dalam pengembangan instansi atau lembaga.
4.      Dapat mencari alternatif solusi masalah yang dikaji dalam penelitian dalam hal ini adalah memberikan informasi mengenai variasi genetik kentang hitam mutan sebagai sumber pangan alternatif.
 
BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Botani Kentang Hitam
            Tanaman kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) disebut juga dengan kentang Jawa atau huwi kentang. Tanaman ini awalnya ditemukan meliar di Madagaskar, Afrika tetapi saat ini sudah dibudidayakan di berbagai daerah seperti di Afrika Selatan, Sri Lanka, India, Malaysia, Sumatera, Jawa dan Filipina. Secara taksonomi Plectranthus rotundifolius tidak berada di family yang sama dengan kentang biasa (Solanaceae) tetapi satu family dengan tanaman mint, yaitu Lamiaceae. Taksonomi dari kentang hitam adalah sebagai berikut (GBIF, 2013) :
Kingdom: Plantae
Divisio: Spermatophyta
Subdivisio: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Lamiales
Famili: Lamiaceae
Genus: Plectranthus
Spesies: Plectranthus rotundifolius (Poir.) Spreng. 




Gambar 1. Tanaman kentang hitam a. tanaman kentang hitam di green house PUSLIT Biologi. b. struktur habitus dan bunga tanaman kentang hitam (Globinmed, 2013).
 
2.2 Pemuliaan Tanaman dan Mutasi
Perbaikan sifat genetik tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan. Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan persilangan antarspesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan. Namun, persilangan terbatas pada tanaman berbunga. Untuk tanaman yang tidak dapat atau sulit diperbaiki melalui persilangan, perbaikan sifat diupayakan dengan cara lain, di antaranya mutasi induksi yang disebut pula mutasi buatan (Soedjono, 2003).
Keragaman genetik yang luas diperlukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas unggul baru dengan sifat-sifat yang diinginkan (Soedjono, 2003). Tanaman kentang hitam tidak diperbanyak secara generatif, oleh karena itu keanekaragaman genetik kentang hitam rendah. Perbanyakan bibit kentang hitam umumnya dilakukan dengan menggunakan stek batang berukuran 10 cm yang dibibitkan pada polibag yang berisi campuran tanah mineral dan kompos (Nkansah, 2004). Keseluruhan tanaman kentang dapat dikatakan merupakan hasil kloning dari satu tanaman kentang. Oleh karena itu perlu dilakukan mutasi untuk mendapatkan tanaman kentang hitam yang memiliki sifat unggul.
Mutasi genetik merupakan perubahan materi genetik yaitu pada sekuens DNA. Mutasi dapat terjadi secara alami, namun menurut Brock (1979), mutan yang diperoleh secara alami sangat langka, sekitar 1x10-6 sampai 1x10-7 perubahan pada gen dalam satu sel tunggal. Oleh karena itu, untuk mendapatkan produk tanaman dengan sifat unggul seringkali dilakukan mutasi induksi atau buatan. Awalnya, para pakar/ pemulia tanaman menganggap bahwa mutasi induksi merupakan suatu teknik pemuliaan yang kurang meyakinkan. Namun, seiring dengan berkembangnya bioteknologi, keberhasilan regenerasi sel berdasarkan teori totipotensi dan terbentuknya variasi somaklonal, mutasi induksi merupakan terobosan dalam pemuliaan tanaman yang menjanjikan, khususnya bagi tanaman yang berbiak secara vegetative seperti kentang hitam (Soedjono, 2003).
Mutasi induksi dapat dilakukan dengan mutagen kimia maupun fisika. Mutagen kimia antara lain ethylenscimine (EL), diethylsulphate (DES), ethylmethanesulphonate (EMS), ethyl nitroso urea (ENH), dan methyl nitroso urea (MNH) serta kelompok azida. Mutagen fisika yang sering digunakan adalah sinar-X (X), gamma (Co60), netron cepat (Nf), dan thermal neutron (Nth) (Soedjono, 2003).

2.4  Teknik-teknik Analisa Biologi Molekuler
2.4.1        Ekstraksi DNA
Isolasi DNA adalah proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak (Yuwono, 2006). Isolasi DNA secara umum memiliki beberapa tahapan yaitu isolasi jaringan, pelisisan dinding dan membrane sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi.
Pelisisan dinding dan membran sel dapat dilakukan dengan cara penggerusan (homogenasi), sentrifugasi dengan kecepatan lebih dari 10.000 rpm atau dengan menggunakan  larutan pelisis sel atau buffer ekstraksi. Membrane inti sel harus dilisiskan, karena substansi gen yang diinginkan ada didalamnya.
Salah satu metode yang sering digunakan pada ekstraksi DNA tumbuhan adalah dengan metode CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide). CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) merupakan sejenis deterjen yang dapat mendegradasi dinding sel, denaturasi protein, memisahkan karbohidrat, merusak membran sel dan melarutkan DNA (Purwantara, 2001). Apabila dinding sel terdegradasi maka semua isi sel dapat keluar termasuk DNA dan dilepaskan ke dalam buffer ekstraksi. Presipitasi bertujuan untuk membersihkan hasil ekstrak dari zat-zat lainnya. Presipitasi dapat dilakukan dengan menggunakan PCI (Phenol Chloroform Isoamil Alkohol) dan sentrifugasi, PCI dapat mengikat protein dan kontaminan lainnya sehingga mengendap menjadi pellet sedangkan DNA teradapat di larutan bagian atas. Tahap terakhir, yaitu purifikasi dengan menggunakan ethanol.
2.4.2             PCR
Prinsip kerja PCR (Polymerase Chain Reaction) yaitu amplifikasi sekuens DNA dengan menaik-turunkan suhu dengan cepat. Cara amplifikasi yaitu dengan memanfaatkan urutan nukleotida tertentu sebagai cetakan dan primer, seperti halnya pada proses replikasi DNA (Mullis, 1987).
Satu siklus PCR terdiri atas tiga tahap yaitu tahap pemisahan utas ganda DNA genom (denaturasi), tahap penempelan primer (annealing) dan tahap pemanjangan atau sintesis DNA (extension). Tahap denaturasi, dua utas DNA genom dipisahkan secara sempurna, umumnya pada suhu 94-950C. Tahap penempelan primer-primer, primer menempel pada DNA cetakan dengan suhu bergantung pada komposisi, panjang dan konsentrasi primer, dan proses sintesis fragmen DNA namun sekitar 550C. seperti yang dikemukakan oleh Pauls et al. (1993) bahwa suhu penempelan primer dipengaruhi oleh panjang primer dan pensentase G/C dalam primer serta konsentrasi garam larutan penyangga. Tahap sintesis fragmen terjadi polimerasi nukleotida yang dimulai dari ujung 3’ primer berdasarkan urutan DNA cetakan, suhu tahap ini bergantung pada panjang dan susunan dari DNA cetakan, namun sekitar 720C. Tiga tahapan diulang dalam beberapa siklus untuk mendapatkan kualitas fragmen yang nampak jelas.
Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang berarti transport atau perpindahan melalui partikel-partikel listrik (Pasteur, 1988). Elektroforesis adalah suatu cara analisis kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan listrik (Tritawani, 1996). Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran berat molekul dan muatan listrik yang dikandung oleh makro-molekul tersebut (Ricardson, 1986).
Macam-macam elektroforesis yaitu elektroforesis larutan dan elektroforesis daerah. Pada teknik elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung makro-molekul ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Sedangkan pada teknik elektroforesis daerah menggunakan suatu bahan padat yang berfungsi sebagai media penunjang yang dimasukkan dalam larutan penyangga. Media penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose poliasetat. Poliakrilamida memiliki kapasitas resolusi yang lebih tinggi, tetapi gel poliakrilamida dapat memisahkan DNA hanya dalam rentang ukuran DNA yang sempit. Jadi gel poliakrilamida dapat memisahkan DNA satu sama lainnya yang berbeda ukurannya hanya beberapa atau bahkan satu pasang basa saja tetapi pada molekul yang berukuran beberapa ratus pasang basa saja (dibawah 1000 pasang basa).  Gel agarosa memiliki resolusi yang lebih rendah tetapi dapat memisahkan DNA yang berukuran sampai puluhan kilo pasang basa (Pratiwi, 2001).
Ada dua model elektroforesis daerah atau elektroforesis gel yaitu horizontal dan vertical. Metode horizontal lebih sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan yaitu peralatan yang digunakan sangat sederhana, relative murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan pemisahan yang lebih baik (Pratiwi, 2001).
2.5    Analisa Keragaman
Karakterisasi dan analisis keragaman tanaman dapat dilakukan menggunakan penanda morfologi maupun penanda molekuler (Liu et al. 2006; Kaltunow, 1993). Strategi yang umum dilakukan adalah melalui penanda morfologi karena mudah, cepat dan relatif lebih murah. Penanda morfologi ini mempunyai kelemahan karena sebenarnya keragaman fenotipik merupakan faktor interaksi genetik dengan lingkungan, sehingga potensi genetik tidak mampu dideteksi secara baik (Kaltunow, 1993). Sebaiknya disamping melakukan karakterisasi morfologi untuk karakter kualitatif, juga dilakukan karakterisasi menggunakan penanda molekuler. Penanda molekuler dapat memberikan gambaran hubungan kekerabatan yang lebih akurat antara suatu spesies dengan kerabat dekat maupun kerabat jauhnya serta antara suatu spesies dengan mutannya, karena analisis DNA sebagai materi genetik tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Liu et al. 2006).
Penanda molekuler didasari oleh adanya polimorfis pada tingkat DNA atau protein. Penanda molekuler DNA langsung berintegrasi dengan genetik dan menggambarkan keadaan genom yang sesungguhnya (Noorrohmah, 2010). Sedangkan penanda molekuler protein (isoenzim) merupakan metode yang sesuai untuk mendeteksi perubahan genetik namun terbatas dalam jumlah sampel, dan hanya daerah pengkode protein saja yang terdeteksi.
Penanda dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu (1) non PCR seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dan (2) berbasis PCR seperti RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSR (Simple Sequences Repeat / microsatellite), dan ISSR (Inter Simple Sequences Repeat / microsatellite) dengan terbentuknya separasi pita hasil proses elektroforesis sebagai pencerminan alel atau lokus (Powell et al. 1996), namun tiap teknik tersebut mempunyai keterbatasan.
2.5.1        ISSR
Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeat (ISSR) merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang yang memiliki tingkat akurasi cukup tinggi. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik pada bagian ujung 3’ maupun ujung 5’. Penanda ISSR memiliki panjang primer 16-25 bp, lebih panjang jika dibandingkan RAPD yang hanya memiliki 10 bp (Zietkiewicz et al. 1994). ISSR merupakan penanda yang dikembangkan dari motif SSR. Tanaman umumnya memiliki dinukleotida dengan motif SSR seperti AC/TG, AT/AT, dan AG/TC (Soltis et al. 1998). Fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 bp berlokasi di antara wilayah mikrosatelit, wilayah amplifikasi sekuen DNA yaitu pada inter-SSR bagian flanked genom secara berlawanan pada area yang dekat dengan sekuen berulang (Zietkiewicz et al. 1994).
 

Gambar 2. Wilayah amplifikasi ISSR (Zietkiewicz et al. 1994)
Keunggulan dari penggunaan primer ISSR yaitu mudah digunakan, cepat dan murah (Lanham, 1999;Guo et al. 2009), serta tidak dipengaruhi musim dan lingkungan (Azrai, 2005). Selain itu tidak memerlukan data sekuen terlebih dahulu karena bekerja secara acak, hanya membutuhkan 5-50 ng templat DNA per reaksi, ISSR tersebar di seluruh genom, dapat bersifat dominan maupun kodominan (Soltis et al. 1998).
ISSR dapat digunakan untuk menghasilkan pola separasi pita DNA polimorfik dalam pengamatan genotype untuk (1) memperoleh hubungan asal tanaman dengan pusat penyebaran, (2) identifikasi genetik tetua, klon, galur dan (3) analisis keragaman genetik serta kekerabatan (Gao et al. 2006; Guo et al. 2009).Penanda ISSR telah banyak digunakan untuk mempelajari polimorfisme DNA tanaman jati di India (Narayanan et al. 2007). Penanda ISSR juga diketahui telah dapat memetakan peta keterpautan genetik pada tanaman Catharanthus roseus (Gupta et al. 200). Romeida et al. (2012) menggunakan marker ISSR untuk mengamati variasi genetik mutan anggrek Spathoglottis plicata Blume.
2.4.1        RAPD
Penanda molekuler yang banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tumbuhan, salah satunya adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi genotipe tumbuhan, karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisisnya. Keuntungan dari teknik ini adalah (Isabel et al. 1993):
1.      Dapat menggunakan sampel dengan jumlah besar dan relatif cepat, serta secara ekonomi hanya menggunakan bahan dalam jumlah mikro
2.      Amplikon tidak tergantung dari ekspresi ontogenetik
3.      Banyak daerah genom dapat disampling dengan jumlah yang tak terbatas.
Penanda ini memiliki panjang primer 10 bp, yang dapat menempel secara acak pada situs target homolognya dalam genom. Kelemahan teknik ini adalah reprodusibilitas yang rendah (Jones et al. 1997) karena dipengaruhi oleh banyak faktor meliputi isolasi DNA (Korbin et al. 2000), konsentrasi DNA cetakan dan primer, konsentrasi Taq DNA polymerase, suhu penempelan primer pada cetakan (annealing), jumlah siklus thermal dan konsentrasi MgCl2 (Bassam et al. 1992 ; Kernodle et al. 1993). Kelemahan ini dapat diatasi dengan membuat reaksi dan kondisinya sehomogen mungkin, skrining primer, memilah pita-pita fragmen DNA yang jelas, menggunakan suhu annealing yang optimal, dan penambahan 1-2 basa pada primer untuk mempertinggi spesifikasi penempelan DNA (Tanaka, 2002). Namun teknik ini mempunyai keterbatasan yaitu tidak reproducible Namun beberapa peneliti melaporkan bahwa mayoritas pita DNA reproducible jika digunakan protocol standar dalam tiap reaksi (Heddrick, 1992; Gibbs et al. 1994), sehingga untuk mendapatkan hasil RAPD yang reproducible tinggi maka reaksinya perlu dioptimasi.
Marker RAPD telah banyak dimanfaatkan untuk menguji variasi genetik berbagai jenis tanaman misalnya, Poerba (2008) menggunakan marker RAPD untuk menganalisa keragaman genetik Amorphophallus muelleri Blume di Jawa dan Tyrka (2003) menggunakan marker RAPD untuk identifikasi strawberry dan studi diversity genetik.

BAB III
METODE PENELITIAN

1.1                   Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 – 30 Juli 2013. Pengambilan sampel daun dilaksanakan di kebun Cibinong Science Center (CSC) Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong sedangkan ekstraksi dan analisanya dilaksanakan di Laboratorium Genetika Tumbuhan Puslit Biologi LIPI Cibinong, Bogor.

1.2                   Alat dan Bahan
1.2.1     Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik, gunting, spidol, buku catatan, pastel/ penggerus, tabung eppendorf , rak tabung eppendorf , mikropipet dan tip, gelas ukur, erlenmeyer, waterbath, alat sentrifugasi, vacuum dryer, mesin PCR (Polymerase Chain Reaction), tabung PCR 1,5 ml, rak tabung PCR, satu set alat elektroforesis, UV transiluminator, hotplate dan stirrer, timbangan analitik, autoclave, oven, lemari asam, lemari es, dan freezer.
1.2.2     Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sampel daun kentang hitam, ddH2O, tissue, larutan buffer CTAB 4% (terdiri dari NaCl 2 M, EDTA 20mM, mercaptoethanol 0,3%, tris HCL 100mM, dan aquades steril), Chloroform Isoamil Alkohol, EtOH, RNAse, Phenol: Chloroform: Isoamil alcohol (25:24:1), Tris Edta, TAE (Tris Acetat Edta) (terdiri dari trisbase, asam asetat glacial, EDTA, air), gel agarose, green master mix promega, DNA marker ladder 100bp (fermentasi), nuclease-free water, primer ISSR dan RAPD.
Sampel daun kentang yang digunakan sebanyak 33 terdiri dari 30 mutan hasil iradiasi sinar gamma dan tiga kontrol yang tidak diinduksi radiasi sinar gamma. Tiga puluh sampel kentang hitam mutan terdiri dari 10 sampel pertama (1-10) merupakan kentang yang telah dimutasi dengan radiasi sinar gama, 10 sampel kedua (11-20) merupakan kentang hitam yang telah diradiasi dengan sinar gama dan juga telah diseleksi tahan salin (NaCl), 10 sampel terakhir (21-30) merupakan kentang hitam yang telah diradiasi dan diseleksi tahan kekeringan dengan menggunakan polyethylene glycol (PEG).

Tabel 1. Daftar nama sampel kentang hitam mutan
No
Nama
No.
Nama
No.
Nama
1
D40 no.1
11
M 150 no.6
21
SC 557,5 no. 5
2
D17 no.6
12
M 343 no. 1
22
SC 557,5 no. 1
3
D19 no.2
13
M 76 no.1
23
SC 38,3 no.1
4
D71 no.7
14
M 150 no.1
24
SC 557,5 no.3
5
D135 B no.1
15
M 150 no. 2
25
SC 557,5 no. 4
6
D3 no.2
16
M 93 no.1
26
SC 38,3 no.6
7
D69 no.1
17
M 343 no. 7
27
SC 80 no. 6
8
D43 no.1
18
M 79 no. 1
28
SC 557,5 no. 6
9
D40 no.4
19
M 79 no. 2
29
SC 80 no. 3
10
D9 no.7
20
M 150 no. 3
30
SC 80 no.4

 
Primer yang digunakan sejumlah 10, terdiri dari 5 primer ISSR dan 5 primer RAPD.
Tabel 2. Daftar primer ISSR dan RAPD yang digunakan
No
Nama Primer ISSR
Sekuens Primer
5’                         3’
No
Nama Primer RAPD
Sekuens Primer
5’                         3’
1
UBC 807
AGA GAG AGA GAG AGA GT
1
OPA 13
TGAGTCCGCA
2
UBC 811
GAG AGA GAG AGA GAG AC
2
OPB 10
CTGCTGGGAC
3
UBC 834
AGA AGAG AGA GAG AGA GYT
3
OPD 8
GTGTGCCCCA
4
UBC 835
AGA GAG AGA GAG AGA GYC
4
OPB 17
AGGGAACGAG
5
UBC 809
AGA GAG AGA GAG AGA GG
5
OPN 14
TCGTGCGGGT

1.1  Prosedur Kerja
1.1.1     Pengambilan Sampel
Sampel DNA diekstrak dari daun tanaman kentang hitam. Tanaman kentang yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari koleksi kebun Cibinong Science Center (CSC) PUSLIT Biologi LIPI Cibinong, merupakan kentang generasi pertama dari umbi, namun sudah 3 kali diperbanyak secara vegetatif.
1.1.2    Persiapan Isolasi DNA
Persiapan isolasi DNA meliputi pensterilan daun. Sampel daun yang telah dikumpulkan, dibersihkan dengan menggunakan tissue yang telah di beri etanol 70%. Sampel daun dipotong sebanyak 0.02 gr untuk ekstraksi, selebihnya dapat diawetkan dalam plastik yang berisi silica gel.
1.1.3    Isolasi DNA Daun Kentang Hitam
Ekstraksi dan isolasi DNA genom kentang hitam dilakukan berdasarkan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) metode Delaporta et al., (1983) yang dimodifikasi. Larutan CTAB 4% yang digunakan dibuat dari 4 gram CTAB, 2M NaCl sebanyak 40 ml, 20mm EDTA sebanyak 4 ml, 0,3%mercaptoethanol sebanyak 0,2 ml, 100 mm tris HCl sebanyak 10 ml, aquades steril hingga volume 100 ml.
Tahap pertama adalah ekstraksi. Tabung eppendorf  berisi sampel daun 0,02 gr dan larutan CTAB 4% 300 µL ditambah dengan pasir kuarsa, lalu digerus menggunakan pastel sampai halus. Setelah sampel daun halus, ditambahkan CTAB 400 µL ke dalam tube, lalu dikocok agar homogen. Kemudian diinkubasi di waterbath pada suhu 65 0C selama 60 menit. Setelah diinkubasi, ditambahkan Clorofom Isoamil Alcohol (C:I=4:1) sebanyak 700 µL pada tabung eppendorf, lalu dikocok agar homogen. Tabung eppendorf  tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Supernatant diambil sebanyak 600 µL, lalu dipindah ke tabung eppendorf  yang baru. Ditambahkan etanol 70% ke tabung eppendorf  yang berisi supernatant. Dihomogenkan, lalu diinkubasi didalam freezer selama semalam. Setelah diinkubasi, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Pelet hasil sentrifugasi ditambah etanol 80% sebanyak 300 µL. Disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit 25oC. Supernatant dibuang lalu dikering anginkan peletnya selama 15 menit. Kemudian pellet ditambah ddH2O sebanyak 300 µL dan RNAse sebanyak 15 µL, lalu dihomogenkan. Sampel diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit di dalam waterbath. Ditambahkan Phenol: Chlorofom: Isoamyl Alcohol (25:24:1) sebanyak 300 µL lalu dihomogenkan. Disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Supernatant diambil sebanyak 300 µL, lalu dimasukkan kedalam tabung eppendorf  yang berisi Chlorofom : Isoamyl Alcohol (C:I=1:1) sebanyak 300 µL. Campuran tersebut disentrifugasi 12000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC.
Supernatant hasil sentrifugasi diambil sebanyak 300 µL, lalu dimasukkan ke tabung yang berisi etanol absolute 300 µL. Diinkubasi pada suhu -20 0C selama 2 jam kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Supernatant dibuang, lalu pellet dicuci dengan etanol 80% sebanyak 300 µL. Lalu, disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit pada suhu 25oC. Supernatant dibuang, lalu dibungkus mulut tabung dengan plastik parafilm dan dilubangi sedikit. Setelah itu, dikeringkan dengan  vacuum dryer. Sampel DNA murni yang telah diperoleh ditambah TE 15µL dan disimpan di lemari es.
1.1.4    Uji Kualitas DNA Hasil Ekstraksi dengan Elektroforesis
DNA murni yang telah dicampur dengan TE diuji kualitasnya dengan elektroforesis gel agarose horizontal. Pada setiap sumuran gel berisi 3µL DNA dan 1µL loading dye. DNA dan loading dye tersebut sebelumnya dihomogenkan terlebih dahulu dengan mikropipet di atas plastik parafilim. Marker yang digunakan adalah gene ruler 100 bp plus sebanyak 2 µL dan diletakkan di sumuran yang paling pinggir. Kemudian dielektroforesis pada 1,5% gel agarose pada tegangan 100 volt, selama 120 menit. Setelah itu, gel agarose direndam dalam 1% etidiumbromida selama ±15 menit dan divisualisasikan pada UV Transiluminator. Hasil ekstraksi DNA yang menghasilkan kualitas DNA yang cukup baik, dilanjutkan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
1.1.5    Amplifikasi DNA dengan Teknik ISSR dan RAPD Berdasarkan PCR
Sampel DNA yang akan diamplifikasi diambil dari stok kerja DNA yang konsentrasinya telah diencerkan dengan ddH2O menjadi 1/25 dari DNA murni. Untuk setiap tabung PCR berisi 15 µL campuran yang terdiri dari :

Tabel 3. Komponen PCR dalam satu tabung
No
Komponen PCR
Volume (µL) 1 tabung
1
Green Master Mix
7,5
2
Primer
1,5
3
Nuclease-Free Water
5
4
DNA
1

Volume Akhir
15
Tabung yang telah berisi sampel PCR dihomogenkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 menit kemudian dimasukkan ke mesin thermal cycler atau PCR.
Amplifikasi DNA dengan menggunakan marka ISSR sebanyak 35 siklus dengan tahapan PCR sebagai berikut 94oC selama 5 menit kondisi awal, denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing pada suhu 50oC selama 45 detik, extension pada suhu 72oC selama 2 menit, sintesis tambahan 72oC selama 5 menit dan akhir dari seluruh siklus dikondisikan pada suhu tetap 20oC.
Amplifikasi DNA dengan menggunakan marka RAPD sebanyak 45 siklus dengan tahapan PCR sebagai berikut kondisi awal yaitu 94oC selama 2 menit, denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 36oC selama 1 menit, extension 72oC selama 2 menit, sintesis tambahan 72oC selama 5 menit dan akhir dari seluruh siklus dikondisikan pada suhu tetap 4oC.
1.1.1    Elektroforesis dan Visualisasi DNA dengan UV Transilumintor
Sampel DNA hasil PCR sebanyak 3µL dielektroforesis pada 1,5% gel agarose dengan tegangan listrik 100 volt selama 120 menit. Marker yang digunakan adalah gene ruler 100 bp plus sebanyak 2 µL dan diletakkan pada sumuran yang paling pinggir. Setelah itu gel agarose direndam dalam 1% etidiumbromida selama 15 menit dan divisualisasikan pada UV transiluminator.
1.1.2     Analisa
Analisa dilakukan dengan memilih hasil foto elektroforesis secara visual berdasarkan primer yang lebih polimorfik. Kemudian profil pita DNA mutan dibandingkan dengan kontrol. Untuk memisahkan lokus yang memiliki ukuran yang berbeda diberi nilai skor 1 apabila muncul pita dan nilai skor 0 apabila tidak muncul pita (Romeida, 2012). Setelah itu data scoring dianalisa dengan menggunakan UPGMA (unweighted pair group with arithmeatic average) program NTSYS-pc (numerical taxonomy system) versi 2.0 NTSYS.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Prosedur Penelitian
4.1.1 Ekstraksi DNA




Gambar 3. Hasil elektroforesis genom kentang hitam. Nama sampel pada setiap nomor dapat dilihat pada tabel 1.

4.1.2 Amplifikasi DNA

Amplifikasi DNA merupakan proses perbanyakan sequen DNA spesifik. Proses amplifikasi DNA menggunakan mesin Takara PCR Thermal Cycler. Menurut Muladno (2002), PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. Prinsip kerja mesin PCR ini adalah menaik turunkan suhu dengan cepat. Perubahan suhu ini diperlukan dalam proses amplifikasi karena setiap tahap adalam satu siklus mplifikasi membutuhkan suhu yang berbeda-beda.
Satu siklus PCR terdiri atas tiga tahap yaitu tahap pemisahan utas ganda DNA genom (denaturasi), tahap penempelan primer (annealing) dan tahap pemanjangan atau sintesis DNA (extension). Tahap denaturasi, dua utas DNA genom dipisahkan secara sempurna, umumnya pada suhu 94-950C. Tahap penempelan primer-primer, primer menempel pada DNA cetakan dengan suhu sekitar 550C yang bergantung pada komposisi, panjang dan konsentrasi primer, dan proses sintesis fragmen DNA. seperti yang dikemukakan oleh Pauls et al. (1993) bahwa suhu penempelan primer dipengaruhi oleh panjang primer dan pensentase G/C dalam primer serta konsentrasi garam larutan penyangga. Tahap sintesis fragmen terjadi polimerasi nukleotida yang dimulai dari ujung 3’ primer berdasarkan urutan DNA cetakan, suhu tahap ini bergantung pada panjang dan susunan dari DNA cetakan, namun sekitar 720C. Tiga tahapan diulang dalam beberapa siklus untuk mendapatkan kualitas fragmen yang nampak jelas.
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses PCR yaitu primer, enzim polymerase, dNTPs yang mencakup dATP (nukleotida berbasa Adenine), dCTP (nukleotida berbasa Cytosine) dan dTTP (nukleotida berbasa Thymine) (Muladno, 2002). Pada penelitian ini digunakan green master mix merek promega, nuclease-free water, primer, dan DNA kentang hitam. Green master mix merupakan larutan berwarna hijau yang mengandung enzim Taq DNA polymerase, dNTPs, MgCl2 dan buffer reaksi. Selain itu, green master mix mengandung 2 pewarna yaitu biru dan kuning yang membantu saat elektroforesis. Nuclease-free water merupakan air yang tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak DNA khususnya enzim nuclease sehingga aman untuk digunakan sebagai pelarut dan melengkapi campuran PCR agar mencapai volume akhir yang diinginkan.

4.1.3 Elektroforesis
Jenis elektroforesis yang digunakan pada penelitian ini adalah elektroforesis daerah secara horizontal, yang menggunakan gel agarose. Alat elektroforesis yang digunakan bermerek ATTO My Power 300 AE-8130. Proses elektroforesis dilakukan pada gel agarose 1,5% dalam buffer TAE1x, voltase 100volt, selama 120 menit. Penggunaan gel agarose pada penelitian ini merupakan hal yang tepat karena DNA genom yang dianalisa memiliki ukuran basa yang banyak. Gel agarosa memiliki resolusi yang lebih rendah tetapi dapat memisahkan DNA yang berukuran sampai puluhan kilo pasang basa. Sedangkan gel poliakrilamida memiliki kapasitas resolusi yang lebih tinggi, tetapi gel poliakrilamida dapat memisahkan DNA hanya dalam rentang ukuran DNA yang sempit (Pratiwi, 2001).
Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anoda). Makin besar ukuran molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Ukuran DNA marker dari yang dekat dengan sumuran gel adalah 3000bp, 2000bp, 1500bp, 1200bp, 1000bp, 900bp, 800bp, 700bp, 600bp, 500bp, 400bp, 300bp, 200bp, 100bp. DNA ladder atau gene ruler dibutuhkan pada waktu elektroforesis sebagai pembanding DNA sampel saat analisa dilakukan. Gene ruler yang digunakan saat elektroforesis sebanyak 2µl yang diletakkan pada sumuran gel pertama. DNA ladder yang digunakan pada penelitian ini bermerek gene ruler plus DNA ladder 100bp terfermentasi.
Saat menguji kualitas DNA genom dengan elektroforesis, digunakan loading dye sebanyak 1µl sebagai campuran DNA 3µl. Fungsi loading dye adalah sebagai pewarna agar mudah memonitoring proses elektroforesis. Namun, saat proses elektroforesis DNA hasil PCR, tidak digunakan loading dye karena dalam campuran PCR tersebut sudah terdapat green master mix. Green master mix mengandung dua warna yaitu kuning dan biru yang dapat mempermudah saat memonitoring elektroforesis.
Gel yang telah dielektroforesis, direndam dalam etidium bromide 1% selama 15 menit. Etidium merupakan larutan yang biasa digunakan untuk memvisualisasi potong-potongan DNA yang telah di pisahkan pada gel elektroforesis. Molekul etidium berpendar fluor ketika diiluminasi dengan cahaya ultraviolet (UV) pada kisaran visible UV (Moran, 1979). Etidium merupakan sebuah molekul yang dapat mengikat kuat pada DNA. Etidium mengikat dengan cara menyisip di antara ikatan basa pada untai ganda DNA. Struktur cincin etidium adalah hidrofobik dan mirip dengan struktur cincin pada DNA. Etidium dapat membentuk kontak van der Walls tertutup dengan pasangan basa. Molekul yang mengikat pada lokasi tersebut dikenal dengan Agent inter khelat karena mengkhelat pada susunan DNA yang kokoh. Dengan demikian, etidium merusak pilin ganda (double helix) dan menghambat replikasi DNA, transkripsi, perbaikan DNA, dan rekombinasi. Ini sebabnya intercalating agent berpotensi sebagai mutagen (Reha, 2012).
Visualisasi DNA hasil PCR dengan uv transiluminator menunjukkan beberapa sampel pita DNA yang tidak muncul. Misalnya pada gambar berikut ini :


Gambar 4. Hasil visualisasi gel elektroforesis sampel no.11-20 primer ISSR UBC 811. a. Visualisasi elektroforesis pertama. b. Pengulangan

Pada gambar 4a, dapat diketahui beberapa sampel yang tidak menunjukkan pita DNA yaitu no. 12, 13, 16, 17, 19, dan 20. Ketidakmunculan pita dapat terjadi mungkin dikarenakan jumlah DNA hasil ekstrak sangat sedikit, sehingga perlu diulangi dengan meningkatkan volume DNA pada campuran PCR dari 1µl menjadi 1,5 µl. Hasil pengulangannya dapat dilihat pada gambar 4b. Pada gambar tersebut terlihat pita dari semua sampel DNA.
            Beberapa sampel DNA ada yang tidak terlihat pita DNA meskipun telah diulangi dengan berbagai konsentrasi.




Gambar 5. Hasil visualisasi gel elektroforesis sampel DNA kentang hitam no. 1-10 primer ISSR UBC 807.  a. Visualisasi gel elektroforesis. b. pengulangan

Pada gambar 5a dapat terlihat beberapa sampel DNA yang tidak terlihat pitanya saat divisualisasi yaitu no. 5, 7, 8, dan 9. Setelah diulangi dengan meningkatkan volume DNA menjadi 1,5 µl saat PCR, tampak pita-pita tersebut muncul meskipun kurang jelas, kecuali sampel no 8 (gambar 5b). Namun, sampel DNA kentang hitam  no.8 dapat terlihat pita DNAnya pada primer lainnya. Dengan demikian, kemungkinan sampel kentang hitam no.8 tidak memiliki daerah yang teramplifikasi primer ISSR UBC 807.


4.2 Variasi Genetik Kentang Hitam (Plectranthus rotundifolius) Mutan Hasil Radiasi Sinar Gamma dengan Marka ISSR dan RAPD
4.2.1        Kentang Hitam (Plectranthus rotundifolius) Mutan Hasil Radiasi Sinar Gama
Primer yang mampu menunjukkan profil DNA yang berbeda antara mutan kentang hitam P. rotundifolius dan kontrol ditunjukkan dengan munculnya pola pita yang polimorfik pada jarak (lokus) yang sama. Gambar 6 merupakan contoh hasil visualisasi pita-pita DNA kentang hitam mutan hasil radiasi sinar gama beserta kontrol.



Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa amplifikasi primer ISSR dan RAPD terhadap 10 tanaman kentang hitam mutan hasil radiasi sinar gama dan kontrol telah mampu menghasilkan pola pita polimorfik yang secara rinci ditampilkan pada tabel 4.

Tabel 4. Rincian lokus yang teramplifikasi menggunakan primer ISSR UBC 834 dan RAPD OPB 10 pada 10 tanaman kentang hitam (P. rotundifolius) mutan hasil radiasi sinar gama dan 3 kontrol.
Primer
Lokus
Kriteria
K1
K2
K3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ISSR UBC 834
1100
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
900
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
800
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
1
700
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
600
Monomorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
330
Polimorfik
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
0
300
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
RAPD OPB 10
2000
Polimorfik
1
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
1500
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1100
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
800
Polimorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
600
Monomorfik
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
500
Polimorfik
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
300
Polimorfik
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
 
Keterangan :
1 : muncul pita
0 : tidak muncul pita
Polimorfisme pola pita yang dihasilkan dari 2 primer di atas menunjukkan keragaman yang sangat tinggi karena mampu menampilkan 14 lokus yang terdiri atas 12 lokus polimorfik dan 2 lokus monomorfik. Pola pita monomorfik dihasilkan dari primer UBC 834 ukuran  600bp dan OPB 10 ukuran 600bp. Jumlah lokus yang dihasilkan masing-masing primer berjumlah tujuh.
Berdasarkan analisa UPGMA (unweighted pair group with arithmeatic average) program NTSYS-pc (numerical taxonomy system) versi 2.0 NTSYS, maka dihasilkan dendogram (Gambar 7). Dari dendogram tersebut dapat diketahui bahwa kentang hitam mutan yang paling berbeda dengan kontrol pada koefisien 0,5 yaitu kentang hitam no. 5. Setelah itu disusul oleh no. 7, 8, 9, dan 10 pada koefisien sekitar 0,6. 



Gambar 7. Dendogram kentang hitam (Plectranthus rotundifolius) Mutan Hasil Radiasi Sinar Gama

4.2.1        Kentang Hitam (Plectranthus rotundifolius) Mutan Tahan Salin Hasil Radiasi Sinar Gama
Berikut ini adalah gambar hasil visualisasi gel elektroforesis sampel kentang hitam mutan tahan salin.