Al-Kindi hidup pada masa penerjemahan besar-besaan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan memang, sejak didirikannya Bayt al-Hikmah oleh al-Ma’mun, al-Kindi sendiri turut aktif dalam kegiatan penerjemahan ini. Di samping menerjemah, al-Kindi juga memperbaiki terjemahan-terjemahan sebelumnya. Karena keahlian dan keluasan pandangannya, ia diangkat sebagai ahli di istana dan menjadi guru putra Khalifah al-Mu’tasim, Ahmad.
Ia adalah filosof berbangsa Arab dan dipandang
sebagai filosof Muslim pertama. Memang, secara etnis, al-Kindi lahir
dari keluarga berdarah Arab yang berasal dari suku Kindah, salah satu
suku besar daerah Jazirah Arab Selatan. Salah satu kelebihan al-Kindi
adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum Muslimin setelah
terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
Al-Kindi telah menulis hampir seluruh ilmu
pengetahuan yang berkembang pada saat itu. Tetapi, di antara sekian
banyak ilmu, ia sangat menghargai matematika. Hal ini disebabkan karena
matematika, bagi al-Kindi, adalah mukaddimah bagi siapa saja yang ingin
mempelajari filsafat. Mukaddimah ini begitu penting sehingga tidak
mungkin bagi seseorang untuk mencapai keahlian dalam filsafat tanpa
terlebih dulu menguasai matematika. Matematika di sini meliputi ilmu
tentang bilangan, harmoni, geometri dan astronomi.
Yang paling utama dari seluruh cakupan matematika di
sini adalah ilmu bilangan atau aritmatika karena jika bilangan tidak
ada, maka tidak akan ada sesuatu apapun. Di sini kita bisa melihat
samar-samar pengaruh filsafat Pitagoras.
Al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational).
Sebagaimana Plato, ia membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan
mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya
(pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut.
Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya
dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan
oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah diibaratkan al-Kindi
seperti anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi
sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
Menurut al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan
untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang
lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama
sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju
kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan
tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu,
al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan
dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga,
neraka, dan kehidupan akhirat. Dalam semangat ini pula, al-Kindi
mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
(Source: Sekilas sejarah pemikiran filosof di
atas dinukil dari buku Tujuh Filsuf Pembuka Pintu Gerbang Filsafat
Modern, diterbitkan oleh LKiS, dikarang oleh Zainul Hamdi -warga
Averroes)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar